Thursday, May 2, 2013

Sebut saja, karena Hardiknas.

Selamat Hari Pendidikan Nasional, Indonesia!

Ah, berat rasanya kalau saya mau bicara pendapat saya tentang sistem pendidikan Indonesia saat ini.
Mungkin tulisan ini akan lebih berisi curhatan pribadi.

Kata Wikipedia sih, pendidikan itu..............
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Sebut saja itu kalimat paling kompleks yet sempurna yang pernah saya baca.



Ngg dimulai dari pendapat orang tentang pendidikan Indonesia saat ini. Entah mengapa, pendidikan sangat identik dengan kata sekolah. 
Bagaimana sih sekolah di Indonesia menurut orang-orang?

Kata orang sih, sistemnya sudah rusak, bobrok, guru-gurunya tidak kompeten, integritas sudah hilang, fasilitas tidak memadai, hanya jadi tempat untuk jaga gengsi.
Kata orang sih, pendidikan merata untuk semua, omong kosong.
Ada yang salah dengan kata kata orang ini. Kalau ada yang salah dalam suatu sistem, maka banyak sisi yang harus ditinjau, pasti ada ketidakcocokan, baik itu komponen maupun pembuat sistem.

Simply, sebut saja otak saya terlalu payah untuk meninjau ulang semuanya. Hanya satu pertanyaan yang rasanya terus membayangi, kenapa sih pendidikan identik dengan sekolah, dan sekolah identik dengan akademik.
Ya, akademik. Yang saya tangkap sih saat ini, bidang akademik masih ada di urutan teratas, variabel yang menjadi ukuran, ada di tingkat sosial mana kita saat ini?
Kata Wiki, pendidikan itu untuk mengembangkan potensi, kok. Potensi kan bukan cuma di bidang akademik. Sayangnya, hanya segelintir orang yang sadar, kalau penggalian potensi itu harus dimulai sejak dini. Alhasil, tidak ada kebebasan bagi jiwa muda untuk memilih, menjadikan mereka "terperosok" "tersandung" "terlanjur basah" bahkan "tersesat".
Sama halnya seperti ketika jantung dipaksa oleh sistem metabolisme pencernaan, untuk menghasilkan enzim pencernaan yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap sari-sari makanan. Nihil.

Sebut saja saya si perusak sistem.

Ayah saya seorang arsitek. Saya menyukai hasil karyanya. Juga hasil karya arsitek lain tentunya. Ketika melihat karya arsitektur, hati saya terasa bersemangat yet tenang, secara bersamaan. Mahakarya. Bagaimana bisa karya seperti itu muncul dari kepala seseorang. Sejak itu saya bercita-cita jadi arsitek. Semua saya lakukan sambil berusaha menanamkan pada diri saya sendiri, bahwa inilah potensi yang saya punya. Dan inilah peran yang akan saya ambil. Tapi saya salah. Saya tiba tiba merasa bosan, yang berkepanjangan. Tidak ada satupun karya saya yang hidup, karena hatilah yang memberikan mereka jiwa, tapi hati saya tidak mau, nampaknya. Saya pun bukan pencipta, hanya penjiplak.

Basket. Dari awal sebenarnya, saya bukan orang yang suka olahraga. Tapi entah mengapa, olahraga satu ini terasa berbeda. Dari olahraga ini saya merasa bebas berekspresi, dan bebas dari "aturan", dan dari "nilai nilai yang kolot". Tapi dari sini juga saya mengenal kedisplinan, kerjasama, pentingnya sebuah kontinuitas, latihan, dan praktek. Saya berlatih basket setiap hari, bahkan jamnya melebih jam belajar saya sendiri. Semua saya lakukan sambil berusaha menanamkan pada diri saya sendiri bahwa inilah peran yang akan saya ambil. Tapi saya salah. Saya tiba tiba merasa bosan, yang berkepanjangan.

Pada akhirnya, semua akan kembali pada awalnya. Akademik. Inilah bidang yang saya pilih. Singkat saja saya memilih akademik di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan di sinilah saya sekarang ini, Fakultas Teknologi Industri, ITB. Jangan pernah bertanya kenapa saya memilih ini. Dengan jumawanya, saya berpikir, saya dapat beradaptasi dengan semua jurusan di fakultas ini. Karena saya merasa, setidaknya 4 jurusan di dalam fakultas ini berisi hal-hal yang setidaknya lebih saya sukai dari yang lain. Semua saya lakukan sambil berusaha menanamkan pada diri saya sendiri bahwa inilah peran yang akan saya ambil, industri. Tapi saya salah. Saya tiba tiba merasa bosan, yang berkepanjangan. Tiba di penghujung waktu di mana saya harus memilih, saya merasa, tidak satupun di dalam fakultas ini ada pada diri saya.


Jantung harus tahu, fungsinya adalah untuk memompa darah, bukan menghasilkan enzim. Dengan cara itu ia bisa berguna bagi tubuh makhluk hidup. Walaupun pada akhirnya semua sistem memang akan berintegrasi, manusia sebagai komponen sekaligus pembuat sistem, harus tahu potensi apa yang dapat digali dari dalam dirinya, untuk nantinya mereka berperan dalam sistem tersebut. 

Perusak. Sudah sampai sini masih belum tahu peran sendiri. Sebelum menyalahkan sistem, ada baiknya bertanya dulu, apakah kita bagian dari perusak sistem?
Dan Selain Allah, hanya kepada keluarga lah tempat aku kembali, bahkan saat aku tidak lagi berfungsi.
I haven't failed yet. But I'm so going nowhere fast. 
Once you grow up, you will never come back.
Luckily, family never fails you, dude. Never.


Dan akhirnya, aku menangis juga menulisnya.
Menangis paling tersedu yang pernah kulakukan.


Jangan pernah tanya apa hubungannya posting ini dengan hari ini.
Sebut saja, karena Hardiknas.

No comments:

Post a Comment

Pressurized.

Living without any similarity is way better than living with an effort to eliminate the dissimilarity. The pressure is there.